KITAMUDAMEDIA, Bontang – Ujian Nasional (UN) resmi tinggal kenangan. Ada sejumlah poin penting tentang penghapusan Ujian Nasional yang perlu diketahui siswa, orang tua, hingga guru. Yuk disimak!
Pengumuman tentang ujian nasional dihapus ini disampaikan oleh Mendikbud Nadiem Makarim saat Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019). Dilansir detiknews.com, Nadiem mengubah format lama UN menjadi format baru.
Berikut poin-poin pentingnya:
Ujian Nasional Terakhir Tahun 2020
Nadiem menyebut bahwa UN baru akan dihapus mulai tahun 2021. UN 2020 akan tetap
dilaksanakan dengan format lama dan menjadi UN yang terakhir.
“Untuk 2020, UN akan dilaksanakan sesuai seperti tahun sebelumnya. Jadi
2020, bagi banyak orang tua yang sudah investasi buat anaknya belajar mendapat
angka terbaik di UN, itu silakan lanjut untuk 2020,” ucap Nadiem.
“Tapi itu hari terakhir UN seperti format sekarang diselenggarakan,” lanjutnya.
UN Diubah Jadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei
Karakter
Pada tahun 2021, Ujian Nasional diganti menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan
Survei Karakter. Asesmen Kompetensi Minimum tidak lagi berdasarkan mata
pelajaran melainkan literasi dan numerasi.
Literasi yang dimaksud adalah kemampuan menganalisis suatu bacaan serta kemampuan untuk mengerti atau memahami konsep di balik tulisan tersebut. Sedangkan numerasi adalah kemampuan menganalisis menggunakan angka. Selain itu, ada pula Survei Karakter yang menekankan pada penguatan pendidikan karakter.
Jenjang Penilaian Berubah
Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter tidak lagi dilakukan di akhir
jenjang sekolah seperti Ujian Nasional melainkan di tengah jenjang. Itu berarti
mulai 2021, asesmen ini diadakan saat kelas 4 SD dan bukan kelas 6 SD, kelas 8
SMP dan bukan kelas 9 SMP, juga kelas 11 SMA bukan kelas 12 SMA.
Alasannya, ujian di tengah jenjang memungkinkan pihak pendidik punya waktu untuk memperbaiki kualitas siswa sebelum lulus dalam suatu jenjang, entah itu lulus SD, lulus SMP, atau lulus SMA. Perbaikan berdasarkan hasil asesmen dan survei tak akan bisa dilakukan bila hasilnya baru diketahui di akhir jenjang pendidikan.
Tidak Jadi Alat Seleksi
Karena tak diterapkan di jenjang akhir sekolah, nilai Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter tak bisa jadi dasar seleksi. Siswa tak bisa menggunakan nilai ini untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi, seperti misalnya untuk syarat masuk Perguruan Tinggi.
“Sekarang UN itu di akhir jenjang. Di akhir jenjang SD, SMP, dan SMA. Sekarang akan kita tengahkan jenjangnya. Jadinya itu tidak bisa digunakan sebagai alat seleksi,” jelas Nadiem.
Nadiem mengatakan,
sistem UN saat ini hanya fokus mengukur murid dengan angka. Menurutnya,
penilaian terhadap siswa tidak bisa dilakukan hanya dengan penilaian seperti
itu.
“Sekarang kan yang diukur siswanya, muridnya yang diukur kalau angkanya
tidak baik. Padahal itu maksudnya asesmen tingkat nasional itu bukan itu. Bukan
siswanya yang diukur. Kita tidak mungkin bisa mengases siswa dengan menghitung
kompetensinya,” pungkas Nadiem. (Redaksi)