Apa itu Individu dan Masyarakat

Oleh : Sri Roma Yuliarta

DALAM pengertian secara Sosiologi : Individu adalah subyek yang melakukan sesuatu, subyek yang mempunyai pikiran, subyek yang mempunyai kehendak, subyek yang mempunyai kebebasan, subyek yang memberi arti (meaning) pada sesuatu, yang mampu menilai tindakan dan hasil tindakannya sendiri.

Dan Peter L. Berger mengemukakan : Masyarakat merupakan suatu keseluruhan komplek hubungan manusia yang luas sifatnya.

Keseluruhan kompleks dalam definisi tersebut berarti bahwa keseluruhan itu terdiri dari bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan. Sebagai contoh : badan manusia terdiri dari bagian-bagian yang membentuk satu sistem yang disebut sistem organik biologik manusia.

Bagian itu misalnya : jantung, perut, hati, tangan, saraf, otak dan lain-lain. Kesatuan dari semua itu membentuk satu sistem yang disebut manusia. Demikian pula masyarakat mempunyai bagian-bagian.

Sehingga, bagian-bagian di atas adalah hubungan sosial, misalnya seperti hubungan antara seorang anak dan orang tua, hubungan antara orang muda dan lanjut usia, hubungan suami dan istri, hubungan pria-wanita, hubungan lurah-atasan-bawahan, hubungan guru murid, dan lain-lain

Home Duplex

Homo Duplex adalah manusia dengan dualitas makna, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam buku berjudul Teori Sosiologi karya George Ritzer, ia menyebutkan bahwa manusia dapat diartikan individu ketika mereka memiliki kesadaran terhadap dirinya sendiri. Manusia tidak dapat memepaskan dirinya sendiri, seperti jiwa yang selalu bersama raga kecuali dalam keadaan mati.

Menurut Durkheim, makhluk individu dan makhluk sosial adalah kekuatan yang saling berlawanan, saling bertolak belakang satu sama lain.

Dari dalam, makhluk individu dipengaruhi oleh selera / keinginan, rangsangan egois, dan kepentingan pribadi. Sedangkan dari luar, makhluk sosial dipengaruhi oleh kepentingan kelompok, aturan moral, dan cita-cita sosial.

Baca Juga  Pengawasan Kolaboratif Solusi Alternatif Pemilu 2024

Secara fisik, makhluk individu bertindak berdasarkan kecenderungan indrawi, mengikuti tujuan murni pribadi yang tidak bermoral. Sedangkan secara spiritual, mengikat kita pada sesuatu lebih besar dari diri kita sendiri dan menarik kita ke “arah sosial,” bermoral, serta tujuan akhir yang umum.

Lantas Apa Kaitan Home Duplex dengan Pendidikan Saat ini?

Pembelajaran Luring dan Daring

Di akhir tahun 2019, Virus Corona mulai menyebar di negara China. Dan di awal tahun 2020 hingga sekarang, penyakit ini sudah masuk ke Indonesia. Segala elemen masyarakat mengalami perubahan yang signifikan. Mulai dari kesehatan, ekonomi, industri, hingga pendidikan.

Pertengahan 2020, sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk kota Bontang, Kalimantan Timur, melakukan SFH (School From Home) dan WFH (Work From Home). Hal ini cukup membuat suatu perubahan yang tidak biasa dalam bidang teknologi. Guru dan peserta didik “saling memfasilitasi” diri dengan sarana dan media yang mendukung.

Pembelajaran yang sudah dikenal sebelumnya, luring (tatap muka), seolah menjadi mimpi indah yang tak kunjung terwujud. Pembelajaran luring ini membuat peserta didik lebih terampil dalam berkarya, maksimal dalam berkolaborasi dengan rekannya, dan memudahkan para guru dalam menggali bakat yang ada dalam setiap diri peserta didik.

Lalu Apakah Pembelajaran Daring Membawa Pengaruh Negatif Pada Dunia Pendidikan?

Pembelajaran Luring dan Daring

Pembelajaran daring sangat bergantung pada telepon genggam maupun laptop, karena media pembelajaran juga menggunakan berbagai aplikasi untuk memudahkan penyampaian materi. Tidak ada lagi peserta didik yang tidak memiliki telepon genggam, setidaknya walaupun mereka meminjam, tetap saja akses menuju dunia luar terbentang luas. Juga tidak ada lagi guru yang gagap teknologi, semua guru harus mampu menguasai berbagai platform untuk pertemuan daring saat pembelajaran.

Baca Juga  Jokowi dan Prabowo Harmonis Duduk Manis di MRT

Peserta didik dengan leluasa mengakses sumber belajar melalui internet, termasuk sosial media yang isinya tidak sedikit membahas persoalan orang-orang dewasa. Konten dewasa pun kerap muncul pada beranda iklan dan saduran bahasa yang tidak beretika sering terdengar sehingga tidak jarang terucap seolah- olah bahasa tersebut menjadi bahasa pemersatu didalam pergaulan mereka.

Pembelajaran secara kolaborasi pun sangat terbatas dilakukan karena permasalahan jaringan internet dan rasa jenuh dengan pola-pola diskusi yang monoton.

Lalu Apa Solusinya?

Pembelajaran Luring dan Daring

Dengan kondisi seperti ini tidak bisa menyerahkan sepenuhnya pendidikan peserta didik kepada sekolah, karena peran orang tua sangat penting selama pembelajaran secara daring ini. Di era 4.0 ini, peran guru sangat penting sehingga kualitas sumber daya manusia dalam memajukan pendidikan diperlukan untuk meningkatkan motivasi dan cara berpikir kritis peserta didik. Seorang guru hendaknya mampu mengemas pembelajaran agar menarik sehingga muncul kerja sama antar peserta didik. Hal ini tidak menghilangkan sifat sosial pada diri mereka, walaupun secara fisik mereka tidak bertemu.

Kolaborasi bisa dilakukan dengan arahan-arahan yang jelas dari guru. Dan bisa menjadi lebih menarik jika ada penggunaan media pembelajaran dan menyisipkan beberapa aplikasi game berbasis latihan soal.

Harapannya adalah memiliki peserta didik yang memahami teknologi, mampu berkolaborasi dengan teman-temannya, dan mampu berpikir kritis.

Ikuti Fans Page Kami

Leave a Reply