Spinal Cord Injury, Kondisi yang Dialami Laura Anna Sebelum Meninggal

KITAMUDAMEDIA – Selebgram Laura Anna meninggal dunia pada Rabu (15/12), setelah mengalami kelumpuhan selama dua tahun terakhir akibat kecelakaan yang dialami bersama mantan pacarnya, Gaga Muhammad pada Desember 2019.

Laura yang juga akrab disapa Lora dilaporkan mengalami spinal cord injury atau cedera tulang belakang saat kecelakaan itu terjadi hingga membuatnya lumpuh di bagian kaki serta jari-jari tangan sulit digerakkan.

Apa itu spinal cord injury seperti yang dialami Laura Anna sebelum meninggal dunia?

Sebagaimana dilansir Mayo Clinic, spinal cord injury adalah kerusakan pada sumsum tulang belakang. Bisa terjadi di bagian manapun pada tulang belakang atau saraf di ujung kanal tulang belakang (cauda equina).

Dokter spesialis bedah tulang, Asa Ibrahim menjelaskan spinal cord atau tulang belakang menjadi salah satu bagian terpenting di tubuh manusia. Bagian tubuh yang melintang di punggung dan bentuknya bersusun dari mulai leher hingga tulang ekor ini menjadi pusat aktivitas saraf.

Menurut penjelasannya, bagian tulang inilah yang membuat tangan, leher, serta kaki bisa bergerak dan berfungsi dengan baik.

“Sehingga adanya cedera pada spinal cord bisa menyebabkan kelumpuhan,” kata Asa saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (15/12).

Asa menambahkan bahwa saraf di bagian belakang tubuh ini memiliki tiga fungsi utama, yakni bertugas menggerakkan, merasa, hingga fungsi lain seperti buang air besar dan buang air kecil.

Saat terjadi spinal cord injury fungsi-fungsi itu akan terganggu, mulai dari kelumpuhan, kehilangan perasa pada organ tubuh tertentu hingga tak bisa buang air besar atau buang air kecil.

Penyebab umum cedera tulang belakang
Berikut penyebab paling umum cedera tulang belakang, menurut Mayo Clinic.

  • Kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan mobil dan sepeda motor adalah penyebab utama cedera tulang belakang.
  • Terjatuh. Cedera tulang belakang setelah usia 65 tahun paling sering disebabkan oleh jatuh.
  • Tindakan kekerasan. Sekitar 12 persen cedera tulang belakang diakibatkan oleh benturan keras.
  • Cedera olahraga. Aktivitas atletik, seperti olahraga benturan dan menyelam di perairan dangkal, menyebabkan sekitar 10 persen cedera tulang belakang.
  • Penyakit. Kanker, radang sendi, osteoporosis, dan radang sumsum tulang belakang juga dapat menyebabkan cedera tulang belakang.
Baca Juga  Makanan yang Efektif Menguatkan Daya Tahan Tubuh

Picu risiko kematian

Spinal cord injury dapat memicu risiko kematian. Asa menyebut, ada dua tipe spinal cord injury yang memicu risiko kematian, di antaranya sebagai berikut.

1. Cedera tulang belakang bagian atas
Pada kasus parah, kematian bisa cepat terjadi saat cedera tulang belakang berada di segmen atau bagian yang tinggi atau dekat dengan leher dan dada hingga bisa memengaruhi kinerja otak.

“Akan terjadi kelumpuhan otot pernapasan sehingga pasien tidak bisa bernapas dan meninggal segera setelah kecelakaan. Jadi selain lumpuh badan, dia juga lumpuh otot pernapasan,” katanya.

2. Cedera tulang belakang bagian bawah
Pasien yang menderita spinal cord injury bisa bertahan hingga berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Umumnya, ini terjadi pada mereka yang mengalami spinal cord injury bagian bawah.

Kerusakan tidak menyebabkan otot pernapasan berhenti atau lumpuh, hanya saja kelumpuhan fisik seperti tidak bisa menggerakkan bagian tubuh tertentu akan tetap terjadi.

Kematian biasanya disebabkan karena infeksi lantaran pasien kesulitan bergerak dan lebih sering berbaring. Terutama infeksi di bagian paru-paru.

“Infeksi ini bisa membuat sesak napas terus meninggal,” papas Asa.

Tak hanya itu, kurang bergerak karena lumpuh juga bisa membuat aliran darah terganggu hingga terjadi penggumpalan. Gumpalan darah ini bisa menumpuk hingga ke jantung dan otak hingga membuat serangan jantung.

“Jadi ada dua sebabnya kalau yang late ini, bisa karena infeksi paru dan gagal jantung,” katanya.

Apakah spinal cord injury bisa disembuhkan?

Menurut Asa, saat mengalami spinal cord injury terbilang sulit untuk disembuhkan.

“Katakanlah membaik, tapi tidak bisa sembuh sepenuhnya,” katannya.

Meski begitu, Asa mengatakan ada beberapa pengobatan yang akan ditawarkan oleh tenaga medis untuk membantu menangani pasien dengan masalah ini. Beberapa di antaranya lewat dengan operasi, pemberian obat-obatan, hingga fisioterapi.

Baca Juga  GERNAS BAKU 2019, Ayo Membaca!!!

“Yang terpenting support system dari orang-orang terdekat,” ujarnya.

Editor : Redaksi KMM

Ikuti Fans Page Kami

Leave a Reply