KITAMUDAMEDIA – Semarak Lebaran bagi umat Muslim di Indonesia khususnya suku Jawa tak hanya sebatas merayakan Hari Raya Idulfitri saja.
Sepekan setelah Hari Raya Idulfitri, sebagian besar Muslim di Pulau Jawa biasanya menggelar perayaan lagi yang dinamakan Lebaran Ketupat.
Tradisi ini memang tidak tercantum dalam Al Quran, pun begitu tidak dirayakan oleh Nabi besar Muhammad SAW. Walau demikian, Lebaran Ketupat ini tetap digelar oleh sebagian besar umat Muslim di Pulau Jawa.
Wakil Ketua Pengadilan Agama Penajam Achmad Fauzi dalam tulisannya di situs resmi Pengadilan Agama Penajam mengatakan masyarakat Muslim biasanya menghidangkan ketupat dalam perayaan ini. Ketupat merupakan makanan berbahan dasar beras yang dibungkus anyaman daun kelapa muda (janur).
Lebaran Ketupat bagi sebagian orang dimaknai sebagai hari raya untuk orang yang menjalankan puasa di bulan Syawal. Perayaan ini dianggap harus dilakukan sebagai bentuk apresiasi bagi umat Muslim yang menjalankan puasa Syawal setelah sebelumnya berpuasa selama satu bulan saat Ramadan.
Di sisi lain, secara filosofis Lebaran Ketupat dimaknai sebagai penebusan dosa. Hal ini tercermin dari bentuk anyaman ketupat yang polanya cukup rumit dan digambarkan sebagai dosa dan kesalahan manusia yang harus ditebus. Penebusan dosa ini dilakukan melalui silaturahmi dan saling memaafkan antar manusia.
“Ketika antar sesama saling mengikhlaskan diri dari segala dendam dan kedengkian, ketika taubat benar-benar diteguhkan dalam hati, maka hati kembali suci dan fitrah sebagaimana tergambar pada warna putih ketupat jika dibelah dua,” kata Achmad.
Sejarah
Sebagai makanan, ketupat bukan hal yang baru. Menurut Hikayat Indraputra ketupat telah dikenal sebagai penganan rakyat sejak 1700 Masehi.
Tradisi Lebaran Ketupat sendiri diperkirakan sudah ada sejak lama, bertepatan dengan proses masuknya agama Islam di tanah Jawa.
Dalam beberapa catatan sejarah, Sunan Kalijaga disebut sebagai orang pertama yang memperkenalkan tradisi Lebaran Ketupat. Sunan Kalijaga membudayakan dua kali bakda, yakni bakda lebaran (Idulfitri) dan bakda kupat (Lebaran Ketupat).
Dilansir dari NU Online, lebaran ketupat juga dikenal sebagai kegiatan Syawalan tradisi lebaran yang digambarkan sebagai simbol kebersamaan.
Di Klaten, Jawa Tengah misalnya, lebaran ketupat dikenal dengan sebutan “Kenduri Ketupat”.
Di era Wali Songo, Lebaran Ketupat ini biasanya dirayakan dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah berkembang di kalangan masyarakat.
Pada masa itu, tradisi ini juga menjadi sarana untuk mengenalkan ajaran Islam mengenai cara bersyukur kepada Tuhan, bersedekah, dan bersilaturahmi di hari Lebaran.
Makna Lebaran Ketupat
Tradisi Lebaran Ketupat tentu bukan hanya sekadar makan ketupat satu pekan setelah hari raya Idulfitri. Ada makna spesial yang terkandung di dalamnya.
Kata ketupat atau kupat berasal dari bahasa Jawa yakni ngaku lepat atau mengakui kesalahan, sehingga dengan ketupat sesama Muslim diharapkan mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara menimati hidangan ketupat tersebut bersama-sama.
Bukan cuma itu, ketupat juga dianggap mengandung makna filosofis lain. Bungkus yang dibuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa sedangkan bentuk segi empat mencerminkan prinsip “kiblat papat lima pancer,” yang bermakna ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kpada Allah.
Tidak hanya ketupatnya, makanan pendampingnya pun yakni opor memiliki makna khusus. Santan yang menjadi salah satu komposisi dalam opor dianggap memiliki arti khusus di lebaran ketupat ini. Santan dalam bahasa Jawa disebut pangapunten alias memohon maaf.
Dilansir dari Detik, hampir semua masyarakat di Jawa merayakan lebaran ketupat ini. Mulanya perayaan hanya dilakukan oleh masyarakat daerah Durenan, Trenggalek, Jawa Timur.
Seiring waktu, tradisi Lebaran Ketupat tradisi ini bagi masyarakat Jawa menjadi hal umum yang dilakukan.
Editor : Redaksi KMM