KITAMUDAMEDIA, Bontang – Angka kemiskinan di Kota Bontang tercatat menurun menjadi 3,74 persen pada 2024, dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 4,11 persen. Hal ini disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bontang, Nur Hakim, Senin (20/1/2025).
Nur Hakim menjelaskan, penurunan angka kemiskinan ini merupakan hasil dari berbagai upaya yang dilakukan pemerintah bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Angka penurunan kemiskinan di Kota Bontang pada 2024 ini menurun ada di 3,74 persen, kemudian di 2023 ada pada angka 4,11 hingga saat ini pemerintah sudah melakukan upaya dalam menurunkan angka kemiskinan di Kota Bontang,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti tren angka kemiskinan sejak 2019 yang mengalami fluktuasi, terutama akibat pandemi Covid-19. Pada 2019, angka kemiskinan berada di 4,22 persen, kemudian naik menjadi 4,38 persen pada 2020, dan terus meningkat hingga mencapai 4,62 persen pada 2021. Angka tersebut mulai menurun menjadi 4,54 persen pada 2022 dan akhirnya turun signifikan pada 2024.
“Kalau dari 2019 sampai 2020 itu ada kenaikan, karena orang-orang dibatasi keluar rumah. Angkanya di 2019 itu 4,22 persen, pada 2020 naik sekitar 4,38 persen, lalu di 2021 ada 4,62 persen, kemudian 2022 di 4,54 persen, kemudian pada 2024 mengalami penurunan,” jelas Nur Hakim.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa pendataan yang dilakukan BPS Kota Bontang mencakup seluruh penduduk, baik yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Bontang maupun tidak. Pendataan ini dilakukan melalui sensus penduduk secara menyeluruh.
“Pendataan yang dilakukan BPS mencakup seluruh jiwa yang ada di Kota Bontang, baik ber-KTP Bontang maupun tidak. Semua didata karena mereka bertempat tinggal di Kota Bontang, baik sudah satu tahun ataupun belum, asalkan berencana menetap,” ujarnya.
Selain itu, Nur Hakim menyebutkan, warga dikategorikan miskin apabila pengeluaran per bulan tidak mencapai Rp801.945, yang mencakup kebutuhan makanan dan nonmakanan.
“Warga dikatakan miskin karena tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka, seperti pengeluaran makanan dan nonmakanan, dengan dinominalkan dalam jangka per bulan sekitar Rp801.945. Jika tidak bisa memenuhi angka tersebut, maka bisa dikatakan miskin,” pungkasnya.(*)
Reporter: Masyrifah
Editor: Icha Nawir