KITAMUDAMEDIA – Geger temuan Kementerian Kesehatan Taiwan menyebut salah satu produk mi instan asal Indonesia dan Malaysia dapat memicu kanker.
Mi instan ini disebut mengandung etilen oksida yang bisa memicu kanker limfoma atau kanker kelenjar getah bening. Lantas, apakah ada cara menangkal paparan etilen oksida yang terkandung dalam mi instan?
Menangkal paparan etilen oksida
Etilen oksida sebenarnya tak hanya terkandung dalam mi instan. Etilen oksida ini bisa muncul pada buah, bahkan air minum kemasan dan produk makanan impor lainnya.
Melansir Food Watch, etilen oksida adalah disinfektan karsinogenik, mutagenik, dan reprotoxic. Zat ini biasanya digunakan untuk mengolah bahan makanan tertentu sebelum diekspor.
Etilen oksida atau disingkat EtO atau EO bentuknya berupa gas yang tidak berwarna dan sangat mudah terbakar. Bukan hanya itu, zat ini juga sangat reaktif dengan bau manis yang bisa membunuh bakteri, virus, dan jamur.
Maka tak heran jika zat ini tak hanya muncul di makanan olahan, tapi juga pada buah-buahan.
elain untuk makanan ekspor/impor, melansir German Federal Institute for Risk Assessment, etilen oksida juga digunakan dalam perlindungan tanaman dan sebagai disinfektan. Penggunaan etilen oksida dalam produk perlindungan tanaman diizinkan di Jerman hingga 1981 dan di seluruh Uni Eropa (UE) hingga 1991.
Selain itu, zat tersebut juga dapat digunakan di UE hingga 2011 untuk pengasapan makanan. Sementara pada hewan, zat ini digunakan untuk melindungi dari serangan jamur dan bakteri selama pengangkutan dan penyimpanan.
Namun, kini penggunaan etilen oksida dalam produk biosidal hanya diperbolehkan pada area disinfeksi dan sterilisasi di luar bidang makanan. Misalnya untuk sterilisasi alat-alat kesehatan.
Lantas bagaimana menghindari bahaya paparan etilen oksida?
Selama ini, cara menangkal paparan dari zat berbahaya adalah dengan meminimalisir kandungannya, misal dengan menerapkan standar ukuran yang masih dianggap toleran. Namun, untuk etilen oksida, hal tersebut justru tidak berlaku.
Tingkat asupan rendah disebut bukan ukuran keamanan pangan. Artinya, asupan rendah pun tetap bisa meningkatkan risiko kanker.
Batas penggunaan etilen oksida memang tetap diterapkan. Tapi, hal ini dilakukan bukan untuk meminimalisir paparan zat yang bisa memicu kanker, melainkan sebagai pedoman manajemen risiko.
Penerapan di atas berkaitan dengan seberapa mendesak tindakan yang diperlukan untuk mengurangi risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh zat mutagenik dan karsinogenik dalam makanan.
Untuk ukurannya, di Eropa standar yang disebut masih bisa diterima yakni ada di level 0,037 µg per kilogram berat badan. Angka tersebut bukan ambang batas toksikologi di mana efek kesehatan yang merugikan tidak diharapkan.
Namun tetap saja yang terbaik adalah menghindari sama sekali masukan etilen oksida ke dalam makanan dan minuman. (CNN)
Editor : Redaksi