KITAMUDAMEDIA, Jakarta — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menggelar malam resepsi memperingati hari jadinya yang ke-30 tahun, Sabtu (9/8/2024) malam. Dipusatkan di Pusat Perfilman H. Usman Ismail, Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta, kegiatan ini juga disiarkan langsung melalui akun YouTube dan zoom agar dapat disaksikan seluruh anggota AJI yang tersebar di 40 AJI Kota se-Indonesia.
Di hari jadinya kali ini, AJI Indonesia mengusung tema ‘’Membangun Resiliensi di Tengah Disrupsi Media dan Menguatnya Otoritarianisme.’’
Sekjen AJI Indonesia sekaligus Ketua Panitia Resepsi AJI ke-30, Bayu Wardaha menjelaskan, tema ini diusung lantaran disrupsi media juga membuat cara orang bermedia ikut berubah. Tentu ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pekerja media.
Sementara di waktu bersamaan, kerja-kerja jurnalistik juga menghadapi tantangan tidak mudah. Rezim atau pemerintahan kini memiliki watak yang lebih otoriter ketimbang sebelumnya. Begitu banyak represi yang dilakukan pemerintah, bukan hanya kepada jurnalis, bahkan pada masyarakat sipil; melahirkan sejumlah RUU yang mengancam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi warga, seperti RUU Penyiaran. Bahkan, tren melahirkan regulasi yang berpotensi menguatkan dan memperlebar kewenangan lembaga negara, macam TNI/Polri, juga terus terjadi. Ini semua, kata Bayu, menunjukkan watak negara yang makin otoriter, kekuasaannya ugal-ugalan, yang juntrungnya makin membuat demokratisasi di indonesia kian jeblok.
‘’Tema ini diambil supaya media bisa berefleksi dan saling membangun ketahanan menghadapi semua tantangan itu,’’ kata Bayu Wardhana ketika ditemui sebelum pembukaan malam resepsi AJI.
Bayu menambahkan, ada yang spesial dalam malam resepsi AJI Indonesia kali ini. Di lokasi kegiatan, Pusat Perfilman H. Usman Ismail, juga didirikan pameran foto. Foto-foto ini adalah kurasi liputan mendalam dari 3 daerah; Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Jawa Barat, yang menangkap penderitaan warga akibat proyek ambisius pemerintahan Joko Widodo: Proyek Strategis Nasional (PSN).
Pameran ini setidaknya, memamerkan 30 karya foto dari berbagai wilayah, dengan lima diantaranya merupakan hasil karya jurnalis AJI Samarinda yang berhasil menangkap realitas keras di lapangan. Di antaranya adalah karya Kartika Anwar dengan judul “Proyek IKN Dikebut, Warga Pemaluan Krisis Air Bersih”, yang menggambarkan betapa sulitnya akses air bersih bagi warga yang tinggal di sekitar proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru.
Dua karya lain dari Fitri Wahyuningsih, yakni “IKN Dikebut Debu Bikin Semaput” dan “Hancurnya Sungai Pemaluan Akibat Pembangunan IKN”, menggambarkan dampak ekologis yang menghancurkan lingkungan sekitar. Selain itu, karya Lutfi Rahmatunnisa, “IKN Gilas Tanaman Herbal Suku Balik” dan “Trobos Tanah Warga demi Ambisius Bandara VVIP IKN”, menunjukkan bagaimana proyek ambisius pemerintah ini meminggirkan masyarakat lokal dan mengabaikan hak-hak mereka.
‘’Foto ini berbeda dengan yang ada di media pada umumnya, yang katanya PSN memberi dampak positif dan sebagainya. Foto ini memperlihatkan sebaliknya, dilihat dari sisi masyarakat yang mengalami ketidakadilan. Ada sisi lain yang perlu dicermati, masyarakat tidak punya kuasa, mengalami ketidakadilan, entah tanah digusur, entah polusi debu, bahkan tidak punya lahan untuk pemakaman. Foto-foto ini justru menangkap kondisi yang ‘’tidak tertangkap itu,’’’ terang Bayu.
Selain pameran foto, malam puncak HUT AJI ke-30 ini juga diisi dengan berbagai kegiatan, termasuk pemberian penghargaan Udin Award, Tasrif Award, SK Trimurti Award, Student Pers Award, serta orasi kebudayaan oleh pakar hukum tata negara Bivitri Susanti. Namun, pameran foto ini menjadi inti dari perayaan, menegaskan peran jurnalis sebagai saksi atas realitas sosial yang sering kali tidak terlihat oleh publik.
Ketua AJI Indonesia, Nani Afrida, juga menekankan pentingnya resiliensi bagi jurnalis di tengah tantangan disrupsi media dan meningkatnya otoritarianisme. Dalam pidatonya, Nani menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2024, ada 40 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis di Indonesia, baik secara fisik, verbal, maupun digital.
“Membangun resiliensi bukan hanya soal bertahan, tetapi bagaimana kita tetap kuat dan terus melawan dalam menghadapi tantangan ini,” ujar Nani dengan tegas.
Adapun, Udin Award 2024 tahun ini diberikan kepada Podcast Bocor Alus Tempo. Penghargaan ini diberikan bagi individu atau kelompok jurnalis, komunitas atau lembaga media yang menjadi korban kekerasan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya secara profesional.
Kedua, Tasrif Award. Penghargaan ini diberikan kepada mereka yang memiliki kinerja yang selaras dengan semangat Suwardi Tasrif, bapak Kode Etik Jurnalistik Indonesia, dalam memperjuangkan kebebasan pers. Tahun ini, Tasrif Award diberikan kepada warga Rempang dan Tim Paralegal Cinta Tanah Adat.
Terakhir, SK Trimurti Award. Penghargaan ini secara khusus diberikan kepada perempuan yang berdedikasi terhadap isu HAM dan demokrasi. Tahun ini, Tasrif Award diberikan kepada Rully Maloy. Dan terakhir, Student Pers Award 2024 diberikan kepada Dian Amalia Ariani dari Suara Mahasiswa UI. (*)
Editor : Redaksi