Awesome Logo
Tersedia ruang iklan, informasi hubungi 08125593271                    Segenap Pimpinan dan Redaksi Kita Muda Media Mengucapkan Marhaban ya... Ramadhan 1442 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin                    Patuhi Protokol Kesehatan dan Jaga Imunitas                    Follow Medsos KITAMUDAMEDIA FB : kitamudamedia, Fan Page FB : kitamudamedia.redaksi, IG : kitamudamedia.redaksi, Youtube : kitamudamedia official                                   Selamat Menjalankan Ibadah Puasa 1442 H                         

PARTISIPASI PEMUDA MUSLIM DALAM PEMILU BERKAH ATAU MUSIBAH?

Oleh. Asnawati Abdullah

Aktivis Dakwah

Pemuda adalah potensi besar bagi sebuah peradaban. Dalam sejarah panjang peradaban Islam, dari masa Rasulullah hingga saat ini peran politik pemuda menduduki tempat tersendiri, karena mereka adalah agen perubahan dan di tangan mereka lah harapan untuk membawa perubahan positif bagi peradapan.

Di tahun pemilukada sekarang ini, besarnya potensi pemuda menjadi sorotan tersendiri, partisipasi mereka ini tentu menjadi hal menggiurkan bagi kalangan yang berkepentingan. Bagaimanapun, mereka adalah generasi yang akan menggantikan kepemimpinan saat ini, yang dinilai telah banyak merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

POTENSI PEMUDA

Tidak dimungkiri potensi pemuda saat ini sangat menarik untuk diperhitungkan. Diketahui hampir 60% pemilih akan didominasi milenial dan generasi Z. Berdasarkan berbagai survei, generasi Z dan Milenial yang berusia antara 17 hingga 39 tahun diperkirakan akan mendominasi pemilih di Pemilu 2024. Diprediksi bahwa proporsi pemilih muda ini akan mencapai hampir 60%, atau sekitar 120 juta pemilih. Tentunya, mereka menjadi target strategis bagi para kandidat dalam pesta demokrasi 2024.

Untuk itu perlu kiranya memberikan mereka edukasi politik sebagaimana yang dilakukan oleh Pemerintah Bontang dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bontang. KPU Bontang telah menggelar sosialisasi tatap muka bagi pemilih muda dan mahasiswa pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, di Gedung BPU Kecamatan Bontang Barat, Senin (12/08/2024).

Beberapa hari berikutnya KPU Kota Bontang, Kalimantan Timur (Kaltim)  menggelar Lomba video blog (vlog), yaitu Lomba melalui media kreatif yang mengangkat tema “Pilkada Sebagai Sarana Integrasi Bangsa” dan subtema “Wujudkan Pilkada Damai dan Sejuk”.

Kegiatan ini semuanya bertujuan memberikan pendidikan politik dan meningkatkan kecerdasan serta partisipasi pemilih dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bontang tahun 2024.

Di samarinda, Puluhan pelajar dari SMA Budi Luhur Samarinda mengunjungi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Timur untuk belajar berdemokrasi secara cerdas pada pemilihan kepala daerah, salah satunya menguasai teknis penyaluran hak suara. Minggu, (25/09/2024).

Pendidikan politik ini diharapkan KPU Kaltim dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada para pelajar tentang pentingnya menggunakan hak pilih mereka secara bijak dan bertanggung jawab. “Dengan demikian, mereka dapat berkontribusi dalam menciptakan pemilu yang lebih baik dan berkualitas di masa depan,” ungkap ketu KPU. 

Baca Juga  Demi Wujudkan Kualitas Pendidikan PAUD, Disdik Kutim gelar Bimtek di Jabar 

KORBAN HARAPAN PALSU

Namun sayangnya, semakin gencarnya KPU mengkampanyekan partisipasi pemuda dalam pemilu dengan narasi menarik tentang pentingnya suara generasi muda dalam menentukan masa depan bangsa. Tetap saja endingnya berbuah kekecewaan, banyak janji kampanye yang tidak ditepati oleh para pemimpin terpilih.

Demokrasi berhasil menampilkan wajah buruknya, peran politik pemuda hanya dianggap sekadar alat politik mendulang suara untuk para calon pemimpin. Dalam pemilu, suara pemuda sering kali hanya dibutuhkan seperti bahan bakar yang menggerakkan mesin politik. Namun sayang tuntutan mereka untuk perubahan dan keadilanseringkali dibiarkan terombang ambing dan nyatanya tidak dipenuhi, seakan-akan suara mereka hanya angin lalu. Lebih parahnya lagi, ketika pemuda berani menyuarakan kebenaran dan menuntut hak-hak mereka, mereka malah dikriminalisasi, seperti singa yang dikurung dalam kandang. 

PEMUDA DI PERSIMPANGAN JALAN

Edukasi politik (pemilu demokrasi) telah membawa banyak dampak terhadap pemuda. Pemuda semakin dihadapkan pada berbagai pandangan yang menekankan pentingnya demokrasi sebagai jalan untuk mencapai perubahan dan kemajuan. Ini membuat banyak pemuda percaya dan berharap pada demokrasi sebagai solusi atas berbagai permasalahan yang ada.

Namun jika dicermati, berbagai masalah pemuda  yang dihadapi saat ini justru bermula dari diterapkannya sistem demokrasi-sekuler kapitalisme yang  berasaskan pemisahan antara agama dan negara, yang justru membuat pemuda semakin jauh dari nilai-nilai Islam dan kesadaran politik yang hakiki.

Akibatnya, untuk aturan pribadi sebagai seorang muslim saja mereka banyak yang tidak paham, apalagi aturan berbangsa dan bernegara. Banyak pemuda muslim yang mudah terpengaruh oleh pola pikir Barat yang sekuler dan liberal. Gaya hidup hedonis, permisif, dan individualis lebih akrab dengan dunia pemuda saat ini. 

Belum lagi Demokrasi seringkali dipromosikan sebagai sistem yang mampu membawa kesejahteraan bagi rakyatnya, namun kenyataannya tidak selalu demikian. Indonesia misalnya, meskipun telah menjalankan system demokrasi sejak kemerdekaan, masalah kemiskinan dan ketimpangan ekonomi masih menjadi isu yang signifikan. Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan sering kali lebih menguntungkan elite politik dan bisnis daripada masyarakat umum. 

Contoh nyatanya adalah kasus pengesahan Omnibus Law yang banyak dikritik karena lebih menguntungkan korporasi besar dan mengabaikan (merusak) lingkungan. Banyak mahasiswa dan aktivis yang turun ke jalan untuk menolak undang-undang ini, namun suara mereka lagi lagi diabaikan. Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi tidak selalu berhasil dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat.

Baca Juga  Remaja : Antara Jati Diri dan Arus Liberalisasi

Maka, Pemilu demokratis tidak bisa dijadikan tolok ukur kesuksesan sebuah negara. Terlebih lagi, jika demokrasi hanya dipahami sebatas Pemilu, tanpa memperhatikan demokrasi sebagai sistem yang utuh. Sistem demokrasi ini telah menghasilkan banyak keburukan yang nyata. 

Dengan demikian, Pemuda seharusnya tidak menggantungkan harapan pada demokrasi. Sebaliknya, mereka harus memutus kepercayaan terhadap sistem ini. Kerusakan yang terus-menerus terjadi bukanlah tanda kemunduran, melainkan bukti bahwa demokrasi memang cacat sejak awal. Oleh karena itu, sistem demokrasi ini sangat pantas untuk ditinggalkan dan dibuang ke bak sampah peradaban, kemudian  menggantinya dengan sebuah sistem shohih yang datangnya dari sang maha pencipta yang mampu menciptakan kesejahteraan dan keadilan untuk semua.

POLITIK DALAM ISLAM

Demokrasi sejatinya bukanlah sistem politik yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, tidak ada keberkahan di dalamnya, sudah pasti tidak bisa membawa keberhasilan perubahan. Lihat saja, pesta demokrasi yang diselenggaran menelan dana miliaran bahkan trilyunan rupiah jumlahnya, belum lagi step awal bagi kontestan untuk melanggeng ke bursa pencalonan tidak murah, bahkan kerap menyelewengkan jabatan dan kekuasaan. Andai saja dana yang fantastis tersebut dialokasikan untuk sembako warga, beasiswa sekolah anak anak dan mahasiswa, dan hal bermanfaat lainnya, pasti masyarakat akan lebih sejahtera.

Berbeda dengan Islam yang dasarnya adalah aqidah Islam, politik dalam Islam tidak hanya sekadar pilih pilihan pemimpin, tetapi juga mencakup pengaturan sistem kehidupan. 

Politik atau siyaasah maknanya secara umum adalah ri’aayah syu’uun al-ummah, yakni pengaturan berbagai urusan umat. Pada frasa “syu’uun al-ummah”,  jelas bahwa politik dalam Islam wajib mengabdi kepada umat Islam. Lalu kata “siyaasah” digabungkan dengan kata “Islam” sehingga menjadi “politik Islam” atau “siyaasah islaamiyyah,” artinya adalah “ri’aayah syu’uun al-ummah bi al-Islaam,” sehingga menjadi pengaturan berbagai urusan umat berdasarkan syariah Islam.

Dengan begitu Politik Islam sudah pasti akan membawa kesejahteraan dan keadilan di tengah umat karena politik Islam dirancang untuk mengatur seluruh urusan umat dengan adil dan bijaksana berdasarkan alquran dan assunnah. Dalam bingkai Khilafah, penguasa yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh akan memastikan bahwa kebutuhan umat terpenuhi dengan sebaik-baik pengaturan. Lebih dari itu, politik Islam menciptakan suasana iman yang tinggi, di mana ketakwaan menjadi satu-satunya motivasi dalam berpolitik. 

Baca Juga  Menentang IUU Fishing di Perairan Kaltim, Mengancam Masa Depan

PERAN POLITIK PEMUDA DALAM ISLAM

Dalam pandangan Islam, negara bertanggung jawab dan memiliki peran penting dalam membentuk pemuda yang memahami peran politik mereka sebagai bagian dari hamba Allah SWT. 

Pendidikan politik bagi anak-anak dimulai dari keluarga dan peran orang tua, di mana anak-anak dididik dengan nilai-nilai Islam sejak dini. 

Begitu pula Pemuda harus dibekali dengan pendidikan politik yang berbasis pada nilai-nilai Islam sehingga mereka tidak hanya memahami hak dan kewajiban mereka, tetapi juga memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga negara tetap berada dalam koridor syariat Islam secara keseluruhan.

Pemuda didorong untuk menjadi politisi shalih yang tidak hanya mengejar kekuasaan, tetapi juga berkomitmen untuk melayani umat dan memastikan keadilan serta kesejahteraan bagi semua, pemuda wajib mengkritisi, memberi masukan, dan meluruskan jika terdapat pelanggaran hukum syariat islam oleh pemerintah. 

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, seorang pemuda dari kalangan Anshar bernama Al-Hurmuzan muhasabah terhadap kebijakan Umar.  Al-Hurmuzan mengkritik kebijakan Umar yang dianggap terlalu keras dan tidak mempedulikan kesejahteraan rakyat. Ia berani menyampaikan bahwa beberapa kebijakan Umar membuat rakyat menderita dan hidup dalam kesulitan. Dalam kisah ini, Umar bin Khattab dengan rendah hati mendengarkan kritik Al-Hurmuzan dan tidak marah.

Muhasabah ini adalah bentuk aplikasi perintah Allah untuk beramar makruf nahi mungkar, juga merupakan kebiasaan masyarakat islamyang ada dalil sebagai landasannya. Ini semua mengharuskan penguasa taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, Sebagaimana dalam QS An-Nisa ayat 59.

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Maka, agar keberkahan dunia wal akhirat bisa diraih, sudah saatnya pemuda kembali ke peran politiknya yang hakiki, sebagai agen perubahan terwujudnya sistem islam dalam naungan khilafah, bukan menjadi corong politik demokrasi yang mengundang musibah dan melanggengkan hegemoni oligarki kapitalis.

Wallahu a’lam bis shawab.

Ikuti Fans Page Kami

Leave a Reply