KITAMUDAMEDIA – Presiden hingga wakil bupati rupanya dapat melakukan kampanye atau bergabung sebagai tim kampanye.
Hal ini termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pada Pasal 281, UU Pemilu mengatur bahwa presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota boleh terlibat dalam kampanye peserta pemilu dengan sejumlah syarat.
Syarat-syarat dalam Pasal 281 itu yakni:
tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; menjalani cuti di luar tanggungan negara, dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan pemerintahan daerah.
Ketentuan lebih lanjut terkait keikutsertaan mereka dalam kampanye diatur dalam Bagian Kedelapan beleid tersebut.
Pada Pasal 299, ditegaskan bahwa presiden dan wakil presiden berhak melaksanakan kampanye. Pasal itu juga menyatakan bahwa pejabat negara yang merupakan kader partai politik (parpol) diizinkan untuk berkampanye.
Pejabat negara non-parpol juga bisa berkampanye selama didaftarkan sebagai anggota tim kampanye ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kemudian, Pasal 300 mengatur bahwa presiden dan wapres yang ikut pemilu wajib memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara.
Sementara itu, Pasal 302 dan 303 mengatur soal bagaimana menteri dan kepala daerah dapat ikut serta dalam kampanye.
Kedua pasal itu mengatur bahwa cuti kampanye dapat diberikan kepada menteri dan kepala daerah selama satu hari tiap minggunya di luar hari libur.
Hari libur menjadi hari bebas untuk mereka berkampanye. Cuti untuk menteri diberikan oleh presiden. Sedangkan cuti untuk kepala daerah diberikan oleh menteri dalam negeri.
Selanjutnya, Pasal 304 dan 305 mengatur soal sejauh mana fasilitas negara dapat dipakai oleh pejabat negara dalam berkampanye.
Secara umum, fasilitas negara dilarang digunakan, tetapi ada sejumlah pengecualian. Berikut bunyi lengkapnya:
Pasal 304: (1) Dalam melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara.
(2) Fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya;
b. gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik pemerintah, milik pemerintah provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan;
c. sarana perkantoran, radio daerah dan sandi/telekomunikasi pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan peralatan lainnya; dan
d. fasilitas lainnya yang dibiayai oleh APBN atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. (3) Gedung atau fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang disewakan kepada umum dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 305:
(1) Penggunaan fasilitas negara yang melekat pada jabatan presiden dan wakil presiden menyangkut pengamanan, kesehatan, dan protokoler dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan secara profesional dan proporsional.
(2) Dalam hal presiden dan wakil presiden menjadi calon presiden atau calon wakil presiden, fasilitas negara yang melekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diberikan sebagai presiden dan wakil presiden.
(3) Calon presiden dan calon wakil presiden yang bukan presiden dan wakil presiden, selama kampanye diberikan fasilitas pengamanan, kesehatan, dan pengawalan oleh Polri. (4) Pengamanan dan pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibiayai dari APBN.
(5) Ketentuan lebih lanjut bagi pelaksanaan pengamanan dan pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
Namun, tidak ada ketentuan pidana dalam hal para pejabat ini berkampanye.
UU Pemilu hanya mengatur ketentuan pidana bagi beberapa pejabat negara dan perangkat desa. Hal itu termuat dalam Pasal 280 ayat (2) dan (3).
Dalam daftar itu, tidak ada presiden maupun kepala daerah. Pejabat-pejabat negara itu meliputi: Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi; Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia; direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan BUMN/BUMD pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural; aparatur sipil negara (ASN); anggota TNI dan Polri kepala desa; perangkat desa; anggota badan permusyawaratan desa; Pejabat negara pada huruf a sampai d yang terbukti terlibat sebagai pelaksana/anggota tim kampanye diancam pidana maksimum 2 tahun penjara dan denda Rp 24 juta.
Sementara itu, pejabat negara pada huruf f sampai j diancam pidana maksimum 1 tahun penjara dan denda Rp 12 juta. Kepala desa pun bisa dikenakan pidana yang sama bila melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu.
Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kepala dan perangkat desa yang terlibat dalam kampanye juga dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan/tertulis.
Hal itu termuat dalam Pasal 29 dan 30 serta 51 dan 52 UU Desa. Apabila sanksi administratif itu tak dilaksanakan, maka mereka bisa diberhentikan sementara dan dilanjutkan dengan pemberhentian.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Desa tidak mengatur ketentuan maupun sanksi untuk kepala daerah yang terlibat kampanye pemilu.(kompas)
Editor : Redaksi KMM