Kasus narkoba kembali menjadi perhatian di Bontang, setelah polisi menangkap dua remaja karena ketahuan membeli sabu dan mengedarkannya pada Sabtu (7/9/2024) lalu. Keduanya ditangkap di Jalan MT Haryono, Kelurahan Api-Api, Bontang Utara. Dilokasi penangkapan itu juga polisi meringkus pemasok sabu yaitu WA (32). Kapolres Bontang AKBP Alex Frestian melalui Kasat Resnarkoba AKP RihardNixon mengatakan kepada media, kedua remaja itu membeli sabu dengan cara urunan bersama teman. Dari hasil urunan itu terkumpullah uang senilai Rp1,1 juta yang kemudian dipakai membeli sabu dari WA. Kedua tersangka kini dijerat Pasal 114 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) UU RI nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dengaan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
Kenapa Sulit Diberantas?
Peningkatan pengguna narkoba di kalangan remaja, sungguh memprihatinkan. Meskipun regulasi mengenai narkotika sudah cukup jelas namun berulangnya kasus seperti ini menunjukkan bahwa upaya penanggulangan belum efektif karena lemahnya penegakan hukum dan sanksi bagi pelaku. Sebagai contoh, pengguna narkoba hanya dihukum rehabilitasi tanpa dipidana, padahal pengguna, pengedar, maupun bandar sama-sama melakukan kejahatan. Islam memang mengakui adanya rehabilitasi bagi pengguna, tetapi bukan berarti para pengguna bebas dari sanksi pidana. Selain karena lemahnya sanksi, kesalahan pandangan masyarakat terkait narkoba juga perlu ‘diluruskan’. Masyarakat sering kali ‘hanya’ memandang narkoba sebagai barang yang terlarang oleh hukum, bukan sesuatu yang haram secara mutlak dari perspektif agama. Pandangan ini menyebabkan beberapa orang merasa bahwa selama mereka tidak tertangkap, menggunakan atau mengedarkan narkoba bukanlah masalah yang besar. Padahal, dalam Islam, narkoba termasuk kategori barang yang merusak akal dan tubuh, yang secara jelas diharamkan karena dampaknya yang merusak terhadap diri sendiri dan masyarakat.
Paradigma Islam
Islam bukan hanya agama, tetapi juga seperangkat sistem dan hukum. Dalam menangani kasus narkoba, Islam memiliki mekanisme tindakan pencegahan dan penanganan yang menyeluruh dan fundamental.
Pertama, melakukan edukasi fundamental melalui ketakwaan personal dalam lingkungan keluarga; dan komunal dalam sosial masyarakat.
Untuk mewujudkan ketakwaan ini, sistem pendidikan harus berbasis akidah Islam. Pola asuh dan pendidikan Islam akan membentuk kesadaran individu untuk taat kepada Allah Taala. Dengan ketaatan ini, seseorang akan menjauhi segala hal yang dilarang dalam Islam, termasuk narkoba.
Kedua, melakukan fungsi pengontrolan dan pengawasan melalui realisasi amar makruf nahi mungkar yang akan menjadi bi’ah (kebiasaan) di tengah masyarakat. Ketika ada indikasi perbuatan individu yang melanggar Islam, masyarakat bisa langsung mengadukan dan melaporkannya ke pihak berwenang setelah sebelumnya menasihati atau mengingatkan individu tersebut. Selain itu, standar nilai yang berlaku adalah halal-haram, bukan menurut pandangan manusia. Alhasil, masyarakat memiliki kesamaan dalam menilai perbuatan seseorang entah terkategori makruf atupunmungkar.
Ketiga, melakukan penindakan berupa sanksi bagi pelanggar. Sistem Islam mengatur sanksi dalam penyalahgunaan narkoba, yaitu sanksi takzir. Hukuman takzir adalah sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh kadi (hakim).
Sanksi takzir bisa berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya.Hukuman pengguna narkoba yang baru berbeda dengan pengguna lama. Hukuman juga bisa berbeda bagi pengedar narkoba atau bahkan pemilik pabrik narkoba. Takzir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati. (Shiddiq al-Jawi, Hukum Seputar Narkoba dalam Fikih Islam).
Demikianlah mekanisme Islam dalam menyelesaikan persoalan narkoba, melibatkan semua elemen masyarakatsehingga tindak pidana yang berkaitan dengan narkoba tidak terulang. Wallahu’alam.